"With peaks of joy and valleys of heartache, life is a roller coaster ride, the rise and fall of which defines our journey. It is both scary and exciting at the same time." - Sebastian Cole

Thursday, July 31, 2014

Hidden Agenda: Bahaya di SMA Muda Bakti




Judul: Hidden Agenda (Bahaya di SMA Muda Bakti)
Penulis: Jacob Julian
ISBN: 602-220-125-X
Penerbit: Bukune
Editor: Hotnida Sary & Ry Azzura
Proofreader: M Ridho
Layout: Irene Yunita & Astri Wahyuni
Desain Sampul: Angelika
Tebal: iv + 252 halaman
Cetakan pertama, Mei 2014.
Cara dapat: Hadiah #berbagibacaan dari @RyAzzura (terima kasih banyak!)
Harga normal: Rp. 47.000

Blurb:

SMA Muda Bakti gempar! Penyimpangan yang ditemukan pada laporan keuangan OSIS menunjukkan bahwa ada dana yang hilang dalam jumlah besar. Akibatnya, banyak kegiatan ekstrakurikuler tidak mendapat pendanaan. OSIS pun dibekukan. 
Jana—yang band sekolahnya gagal rekaman karena skandal itu—tidak bisa tinggal diam. Dia bertekad untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Namun, ia menghadapi masalah lain, Penta—sahabat sekaligus teman satu band—berulah. Dia beberapa kali meminjam uang dalam jumlah besar, sering membolos, dan perlahan menjauhinya. 
Dapatkah Jana mengungkap kebenaran dan mendapatkan sahabatnya kembali? Sementara, ada satu hal yang tidak dia sadari; sebuah bahaya besar sedang mengincarnya....

Wah! Saya berhasil dibuat menebak-nebak dari awal cerita sampai akhir. Saya mencoba menebak saat di halaman 76, dan ternyata tebakan saya salah. Lalu kembali memberanikan diri menebak lagi di halaman 198, namun tetap salah. Cerita yang disuguhkan berupa cerita misteri dektektif-detektifan (apa ya namanya?) di kalangan anak SMA. Melibatkan banyak tokoh, dan saya salut kepada menulis, tokoh yang dimunculkan tidak ada yang sia-sia atau cuma numpang lewat saja, tapi kelihatannya sudah benar-benar diperhitungkan dimana mereka kemudian akan muncul lagi dan menghasilkan cerita yang menyatu. Berikut tokoh-tokoh yang muncul dalam cerita:
  1. Jana, pemegang bass di band sekolah -- si tokoh utama yang berani, tegas, setia kawan, penuh keingintahuan, kadang emosian.
  2. Karin, si sekretaris bendahara OSIS -- lurus, adil, penuh keingintahuan.
  3. Mardian, ketua OSIS -- suka bekerja, kadang emosian.
  4. Penta, vokalis band sekolah -- digambarkan easy going, suka bolos, mukanya pucat melulu, suka telat.
  5. Dori & Beni, teman band Jana & Penta -- pelengkap, ya setia kawan juga, apalagi ya? Pokoknya mereka asik kayak kebanyakan teman pemeran utama di TV-TV.
  6. Tiara, bendahara OSIS -- sensitif!
  7. Gilang & Alex, alumni -- mereka dulu juga nge-band, jadi bantuin Penta dkk, deketnya sama Penta. Alex tipe-tipe cihuy, sementara Gilang digambarkan pendiam.
  8. Dan ada lagi yang lainnya.
"Apapun yang kamu kerjakan, harus kamu kerjakan dengan baik, benar, dan jujur. Harus sesuai dengan aturan yang berlaku. Kayak kamu buat makanan ini. Kamu kerjakan dengan baik, sesuai petunjuk yang Ibu berikan. Harus jujur, tidak aneh-aneh dengan menambahkan bumbu lainnya, ya pastinya kerjaan kamu akan dinilai baik oleh yang makan." (halaman 92) 
Sebagai anak SMA, disuguhkan cerita berlatar sekolah dan segala masalah organisasi -- dan ekskul membuat saya manggut-manggut mengerti dan ikut merasakan kebingungan yang para tokoh rasakan dalam cerita. Tak jarang saya mensama-samakan atau membeda-bedakan beberapa hal yang terjadi di sekolah SMA Muda Bakti ini dengan sekolah saya sendiri.
"Jangan salahkan diri kamu sendiri. Semua ini hanya efek domino yang terlalu banyak imbasnya ke kamu. Kami nggak akan biarkan kamu terjatuh." (halaman 242)
"Kau tidak akan pernah tahu bahwa seseorang pantas kau jadikan teman, sebelum dia melakukan hal yang membuatmu nyaman." (halaman 239)
Yap! Apalagi yang mau saya bilang, saya suka alur ceritanya. Akhir yang tidak tertebak, sifat tokoh yang sesuai umur, dan alur yang pas, tidak lambat atau terlalu cepat, bagus! Hanya ada yang menggangu (dan ini bersifat sangat subjektif, hehe.) seperti, kok waktu istirahat lama sekali ya? Saya jadi iri, di sekolah saya istirahat hanya 15 - 30 menit. Lalu, pengambilan latar di kota Madiun terasa kurang cocok, mungkin lebih cocok jika latarnya kota besar. Tapi toh saya juga belum tahu Madiun aslinya seperti apa. Dan, dari yang saya tangkap, diceritakan bahwa Jana sama Karin saling suka, namun pas lagi berinteraksi berdua dan sesudahnya seperti ada yang kurang antara Jana dan Karin, mungkin bila ditambah bumbu-bumbu cinta antara mereka berdua sedikit lagi, saya akan semakin puas, hehe. Oh, iya, cover-nya menggambarkan isi cerita sebenarnya, awalnya saya tidak menyadari, namun setelah membacanya, kemudian melihat cover-nya kembali, saya kemudian ber-oh-oh ria.

Saat baca novel ini, kebetulan saja di dekat saya ada handphone, jadi saya sempatkan mencatat kekeliruan ketik atau typo yang sepanjang mata membaca, saya temui di novel ini, correct me if I wrong, tapi ini yang saya temukan:
  1. Kata "kami" (halaman 45) yang ditulis dengan K huruf kapital setelah koma, seharusnya tidak perlu dikapital.
  2. "Orang nya" (halaman 59) yang dipisahkan, seharusnya digabung jadi "orangnya".
  3. Kata "tip" (halaman 59), seharusnya "tips". Karena dalam konteks cerita, "tip" yang dimaksud adalah semacam wejangan, di KBBI "tip" berarti persen kepada pelayan atau semacamnya.
  4. "Menurutnya" (halaman 82) saat Alex sedang berbicara pada Jana, menurut saya lebih cocok jika diganti "menurutmu", karena ditunjukan hanya untuk Jana, bukan jamak.
  5. Kata "mereka" (halaman 119), dengan M yang ditulis kapital padahal tidak setelah titik atau yang mengharuskannya, seharusnya tidak perlu dikapital.
  6. Di halaman 139, terdapat dialog yang awalnya antara Jana dan Mardian, namun ada line setelah dialog yang menerangkan kalimat itu dikeluarkan oleh Penta, padahal Penta tidak ada di kejadian. Intinya, mungkin seharusnya itu tercetak Jana, bukan Penta.
  7. "Mardia" (halaman 166), seharusnya "Mardian".
  8. Kalimat "Mardian sedang kertas hasil nge-print" (halaman 168), mungkin seharusnya "Mardian sedang membereskan kertas hasil nge-print", ada kata kerjanya.
  9. Ada kalimat dalam dialog "dia dua hari ini dia" (halaman 168), lebih enak dibaca dengan menghilangkan satu "dia".
  10. Kata "kemuadian" (halaman 170), seharusnya "kemudian".
  11. "Karin" (halaman 205) yang dicetak dengan k huruf tidak kapital, seharusnya K kapital, karena merupakan nama orang.
  12. "Penontonj" (halaman 241), seharusnya "penonton".
  13. Kalimat "Karin berubah jadi merah" (halaman 254), seharusnya "muka Karin berubah jadi merah".
Selebihnya itu, sekali lagi saya katakan, saya sangat menyukai cerita dari novel ini, walau tidak sampai membuat book-hangover. Recommended untuk yang suka bacaan ringan tapi butuh berpikir.
3,5 of 5 stars.

Saturday, July 26, 2014

Seribu Kerinduan




Judul: Seribu Kerinduan
Penulis: Herlina P. Dewi
ISBN: 978-602-7572-19-5
Penerbit: Stiletto Book
Editor: Paul Agus Hariyanto
Proofreader: Tikah Kumala
Desain cover: Teguh Santosa
Layout isi: Deeje
Tebal: 249 halaman
Cetakan pertama, November 2013.
Harga: Paket @literarybox (harga normal Rp. 43.000)

Blurb:

“Sudah, jangan lagi kamu menghakimiku. Jangan lagi kamu memperolokku. Percuma saja. Aku sudah tak bisa merasakan apa-apa lagi, kecuali rasa kebas ini. Dan sekarang, biarlah kehidupan memilihkan jalan untukku. Menjadi pelacur.”
Renata, seorang fashion editor dengan karier cemerlang di kantornya, harus pasrah pada keadaan. Setelah berpisah dengan Panji, lelaki yang sudah dipacari selama empat tahun karena perjodohan biadab itu, dia pergi ke semua tempat yang pernah mereka singgahi untuk menelusuri jejak-jejak kebersamaan. Hidup menjadi sangat membosankan baginya, karena hari-harinya kini hanya dihabiskan untuk mengenang Panji. Dia pun lantas memilih menjadi pelacur, karena dengan profesi barunya itu, dia kembali merasa dicintai, dihargai, dibutuhkan, dan disanjung.
Namun, ia sadar, menjadi pelacur hanyalah sebuah persinggahan sebelum dia benar-benar melanjutkan hidup sesuai dengan keinginannya. Lantas, kehidupan seperti apa yang sebenarnya ingin dijalaninya? Tanpa Panji? Bisakah?


Di sini aku duduk dan menunggu, begitu tagline novelnya, bercerita tentang sakit hati dan move on, Seribu Kerinduan merupakan perkenalan saya dengan novel terbitan Stiletto Book, dan novel ini berhasil membuat saya berencana beli novel-novel Stiletto berikutnya saat uang THR turun nanti (aamiin!). 

Cerita dimulai dari keputusasaan Renata di bandara setelah di tinggal Panji (pacar 4 tahunnya) ke Jogja untuk menikah karena dijodohkan, lalu flashback-tut-tut-tut-dan cerita mengalir dengan alur maju (plus beberapa flashback, jadi alur maju-mundur?). Penulis mampu mengaduk-aduk rasa penasaran pembaca walau sebenarnya sebagian isi novel sudah dihadirkan di blurb. Penyampaian dari dua point of view (Renata dan Panji), merupakan pilihan yang cerdas. Jadi, pembaca tidak melulu disuguhkan perasaan-perasaan kacau Renata, tapi juga dari Panji.
"Panji, seorang lelaki yang kepadanya Renata telah menitipkan mimpi-mimpinya, kini benar-benar telah pergi meninggalkannya." (halaman 25)
Bagian yang paling saya tunggu adalah dimana Renata bertransformasi menjadi pelacurnya. Gimana caranya, terus dia bakal apa, sama siapa aja akhirnya, pokoknya lembar demi lembar gak terasa dengan sedikit rasa deg-deg-an menunggu kapan akhirnya si Renata ini jadi pelacur. Dan, akhirnya sampai di lembar itu, Renata brilian! Saya suka gimana dia memandang pekerjaan barunya itu. Cerita Renata di bagian ini merupakan favorit saya. Tapi sayang, rasanya bagian ini terlalu buru-buru. Hal yang saya sukai lagi, waktu Renata bicara di telepon dengan keluarganya menggunakan bahasa Sunda (bagian ini tanpa alasan sebenarnya), hehe. Oh, iya, dan saya juga suka bagian pertemuan kembali Renata dengan Panji, epic!
"Jangan salahkan aku jika berkeputusan menjalani hidup ini dengan menjadi pelacur. Karena hanya dengan cara begini aku merasa dibutuhkan kembali. Aku merasa dihargai. Dicintai. Dicari. Disanjung. Dipuji. Dibayar mahal." (halaman 169)
"Aku sudah hampir gila, Ren. Kelimpungan mencarimu setiap hari. Hanya dengan cara ini aku bisa menemukanmu. Maafkan aku, aku nggak bermaksud apa-apa. Aku hanya ingin mengajakmu kembali. Demi Tuhan, aku tidak akan melepaskanmu lagi, Ren. Apa yang terjadi sama kamu sekarang juga karena salahku." (halaman 214)
Yang agak menggangu saya, yaitu terlalu banyaknya tulisan "thank's" (contohnya pada halaman 101), padahal setahu saya seharusnya itu ditulis "thanks" tanpa kutip satu. Lalu kata "colection" (halaman 103) yang harusnya "collection", dan kata "kuwalat" (halaman 175) yang di KBBI harusnya ditulis "kualat".

Komentar mengenai tokoh, saya suka Renata, saya akhirnya juga suka dengan Panji walau diawal-awal agak sebal karena dia terlalu manut. Lalu Ayu, perempuan Jawa yang dijodohkan dengan Panji, biasa saja, respek saya hilang waktu dia berbuat seperti itu pada Panji (disamarkan, biar gak spoiler). Saya suka Dion di awal karena terlihat macho, ganteng, tapi diakhir-akhir, jadi biasa saja. Teman-teman Renata, Erika dan Diana, menghadirkan mereka dalam cerita merupakan pilihan tepat, untuk pelengkap. Nah, saya sebal dengan orang tua Panji (terutama ibunya), dan saya rasa penulis berhasil menghadirkan sosok ibunda yang menyebalkan seperti ini.


Akhir kata, saya menikmati membaca novel ini, namun rasanya ending kurang menohok ya, dan disayangkan karena kok jadi kayak FTV? Tapi balik lagi, menyelesaikan novel ini bikin saya senyum karena ada satu hal di benak saya: Jodoh memang gak kemana.

Semoga novel berikutnya segera menyusul, Mbak Herlina!

3,5 of 5 stars.

Friday, July 25, 2014

Art Paper Love




Judul: Art Paper Love
Penulis: Nita Trismaya
ISBN: 978-602-9481-58-7
Penerbit: PlotPoint Publishing
Editor: Riesna Kurnia
Tebal: 256 halaman
Cetakan pertama, Maret 2014.
Harga: Rp. 39.600 (10% off, harga normal Rp. 44.000, beli di TogaMas Solo)

Blurb:

Apa cinta bisa diperjuangkan? 

Eric - Inge

King kong - Barbie
Galak - Lembut
Tinggi - Pendek
Seram - Imut
Temperamental - Sabar
Hitam - Putih
Mandiri - Manja
Jail - Patuh
Pemberani - Penakut
Berantakan - Rapi
Senior - Junior
Sinis - Naif

Pertemuan pertama Inge dan Eric bukan merupakan awalan yang bagus. Dan seakan semesta berkonspirasi merusak hari Inge, ternyata Eric merupakan kakak tingkat di kampus baru Inge. Karena tampang Eric yang preman-wanna-be dan segala kegarangan, berhasil membuat Inge melakukan hal bodoh dalam hidupnya: mengiyakan (secara terpaksa) ajakan (yang sebetulnya seperti perintah) Eric untuk pacaran. Padahal Inge sudah ada Aga. Jadi, apakah Inge akan memperjuangkan cintanya untuk Aga? Atau setia pura-pura jadi pacar Eric?

"Aku bukan cowok bodoh yang mau percaya gitu saja dengan wajah cantik yang suka manfaatin orang lain demi keuntungannya sendiri. Cukup sekali aku jatuh. Oh ya, daripada kamu sibuk merengek pengin tetep temenan sama aku, mendingan kamu doain supaya aku dapet pacar yang jauh lebih baik dari kamu." (halaman 196)

Satu kata buat novel ini: FTV-able. Sejak awal cerita dimulai, pertemuan di kopaja, acara ospek, dan kehidupan kampus, masuk tengah, sampai akhir cerita, membuat saya berpikir "Wah, cocok nih jadi FTV."

Saya suka cover-nya, gak bosen dilihat-lihat terus, makanya saya tertarik beli novel ini. Tertipu? Atau gak puas dengan cerita? Enggak, justru cover novel ini nolong banget buat bangkitin mood saya suatu baca. Dari segi cerita memang ketebak banget dari awal gimana ending-nya, tapi penulis bisa banget mengalirkan cerita yang bikin mau-gak-mau-harus-selesai, walau saya sebenarnya tetap masih berharap ada punch line yang gak ketebak seharusnya bisa dihadirkan di tengah cerita. Masalah typo, entah kenapa pas baca novel ini, saya gak terlalu mikirin. Asik-asik aja bacanya (atau mungkin saya yang lagi gak mood cari typo).

Balik lagi masalah cover, di situ ada Inge dan Eric berdiri (oh, iya, saya lupa, asiknya lagi, pembatas bukunya dapat 2: potongan Inge dan Eric yang di cover itu), lucu sih, saya suka. Cuma di sisi lain, mau gak mau kan itu jadi menggambarkan perawakan Inge dan Eric dan kepatri di kepala waktu baca. Eric sih menurut saya sudah pas banget penggambaran visualnya, cuma kurang tato yang gak dilihatin. Tapi Inge? Waktu saya baca, yang saya bayangkan Inge itu rada bitchy-anak gaul Jakarta, tapi sopan gitu deh . Namun visual di cover, jadi kurang cocok. Eh, tapi, memang penulis sepertinya mau menggambarkan Inge mirip pemeran BFF yang cewek (siapa namanya?), jadi divisualkan seperti itu. Cuma ya, dari deskripsi cerita dan bayangan saya sama visualnya mungkin memang gak sejalur kali, ya.

Oh, iya, saya juga suka ide penulis dengan Eric si preman kampus (yang jagoan tapi baik hati), beda dari cerita-cerita lain. Karakternya juga sudah cukup masuk kuat ke cerita (ya, iyalah, tokoh utama, hehe). Nah, tapi yang disayangkan, karakter Aga kurang sedikit aja harusnya bisa lebih ditonjolkan. Memang sih kalau saya disuruh mencatat wataknya Aga gimana, bisa-bisa aja. Tapi, ya itu, kurang kuat penggambarannya. Dan yang agak janggal, diceritakan awalnya Eric seperti cuma bercandaan pacaran sama Inge, terus dia jadi cinta banget, tapi saya kurang bisa ngerasain kenapa kok si Eric ini bisa jadi cinta mati sama si Inge? Memang diceritakan ngabisin waktu berdua dan seterusnya, tapi kurang kerasa aja feel-nya, kerasanya cuma tiba-tiba Eric cinta mati walau awalnya cuma iseng. 

Satu lagi yang saya suka: ada gambar di setiap akhir bab yang maksudnya me-wrap-up isi cerita bab tersebut. Terus, saya ingin berterima kasih karena di novel ini ada penggambaran ospek, jadi saya bisa siap-siap untuk tahun depan saya diospek.

Art Paper Love merupakan novel kedua Nita Trismaya yang diterbitkan oleh PlotPoint setelah Cheerish Cheri (2013). Dan saya gak keberatan buat baca novel-novel Nita Trismaya berikutnya (apalagi kalau ada yang minjemin atau kasih, hehe).


Recommended buat yang cari teenlit tapi gak teenlit banget, chicklit tapi gak bisa dibilang chicklit juga.

3 of 5 monkeys (monkeys = stars).

Wednesday, July 23, 2014

Save My Soul (Cinta Tak Selalu Tentang Cinta)





Judul: Save My Soul
Penulis: Falla Adinda
ISBN: 978-602-1667-02-6
Penerbit: Bypass
Editor: Surip Prayugo
Desain cover: MH. Rizki
Tata letak isi: AgriArt
Tebal: 232 halaman
Cetakan pertama, Januari 2014.
Harga: Rp. 40.500 (10% off, harga normal Rp. 45.000, beli di TogaMas Solo)

Blurb:

Ketika pilihan terberat bukan lagi antara memilih warna krayon untuk menggambar atau memilih sepatu mana yang paling cocok untuk rok hari ini; di situlah cinta mulai muncul, sebagai sebuah permasalahan yang rumit. 
Mungkin, bukan dinamakan cinta jika tidak meninggalkan sebuah rajutan luka, bukan pula cinta rasanya jika sama sekali tidak pernah meninggalkan jejak berupa rasa hangat di pipi atau pun rasa panas di dada serta rasa sakit di kepala. Tapi, bukankah hidup ini memang terlahir dari cinta? 
Saya Annrudha, ini mungkin bukan cerita cinta, aku hanya ingin berbagi cerita.


Pertama, sepertinya ini akan menjadi quick review mengingat saya masih baru dan harus banyak belajar bagaimana cara me-review buku yang baik. Apalagi dibagian ringkasan buku, itu adalah kelemahan saya. Menceritakan kembali isi buku tanpa spoiler dengan tulisan itu saya akui ternyata susah. Jadi, atas kekurang sana-sini nantinya, dari awal saya ingin menyampaikan kata maaf. Maklum, sebagai newbie, rasa pede nulis review belum bisa 100%.

Kedua, saya mau cerita alasan kenapa saya beli buku ini, yaitu kerena: penasaran. Saya sudah jadi following teh Falla sejak lama dan suka dengan gayanya menulis tweet(s), lalu tahu teh Falla nulis buku akhirnya tergerak buat beli. Penasaran apakah gayanya nulis tweet(s) dan novel bakalan sama, dan jawabannya: iya, sama. Novel Save My Soul ini gayanya memang teh Falla banget, tapi versi serius.

Oke, novel ini bercerita tentang tiga orang sahabat dengan kehidupannya. Annrudha, Ruth, dan Abhinara secara bergantian menceritakan kisah masa kuliah, kerja, dan percintaannya. Penulis menghadirkan POV orang pertama dari ketiga tokoh, namun dari tengah sampai ke belakang nantinya akan terasa bahwa Annrudha memang yang mendominasi. Seakan peran POV Ruth dan Abhinara (Abie) hanya sebagai penjelas suasana dimana tokoh Annrudha tidak bisa menjelaskannya.

Dilihat dari judul, saya sudah bisa menebak akan ada cerita tentang apa di dalam novelnya. Juga mengingat profesi penulis sebagai dokter. Iya, saya sebelum baca, awalnya menebak si tokoh utama akan sakit. Lalu sedikit baca bab-bab awal, dipaparkan cita-cita Ann sebagai dokter, tebakan saya berganti jadi temannya yang akan sakit dan Ann akan berperan menyembuhkannya. Namun ternyata tebakan saya agak meleset. Lalu bagaimana yang benar? Yang benar akan menghadirkan spoiler.

Dari segi cerita, klise sebenarnya, persahabatan dan cinta. Tapi bukan tentang rebutan pacar atau jatuh cinta kepada sahabatnya sendiri (walau awalnya saya juga menebak, Ann bakal jatuh cinta sama Abie). Porsi persahabatan dihadirkan sedikit lebih mendominasi dibanding cintanya (kalau diprosentase jadi 52% banding 48% deh). Dan buat yang suka sekali menandai quotes dalam novel saat membaca, penulis dalam novel ini akan berhasil membuat kita kehabisan sticky note, karena isi novel bahkan dalam dialog pun sarat sekali dengan quote-qoute atau kata-kata bijak. Entah ini dikategorikan sebagai kekurang atau kelebihan, tapi terkadang saking banyaknya quote, saya harus berkali-kali tarik napas dan merasa lelah. Untuk alurnya? Saya rasa pas, tidak terburu-buru atau kelambatan. Walau saya agak sedikit janggal karena kok bisa ya hubungan segitu lamanya?


"Siang ini aku sadar, memang sepertinya ada yang salah dengan hubunganku. Tapi, di sisi lain, aku pun sama sadarnya, tidak ada yang salah dengan perasaanku, pun cintaku. Lalu, ini apa?" (halaman 83)

Sebagai anak 17 tahun, saya sebelumnya pernah membaca novel yang tokohnya juga seorang dokter, dan bingung. Dokter kok begini, dokter kok begitu. Lewat novel ini, saya dipahamkan akhirnya. Karena dokter juga manusia.

Hal yang selalu mengganggu dalam novel, tentu masalah typo, saya lupa di halaman berapa, namun masih ada typo, walau bisa dimaafkan beberapa. Yang tidak bisa dimaafkan yaitu, kesalahan penyebutan nama di halaman 88, seharusnya Bima (iya, nanti ada tokoh yang namanya Bima) sedang bicara dengan Ann tentang Ruth, tapi di paragraf paling bawah janggal, karena Bima malah seakan lagi bicara dengan Ruth. Juga, ada di halaman 159, nama jalan yang dikisahkan di Groningen, namun hanya tercetak seperti ini "jalan ______." Mungkin belum terpikirkan nama jalannya atau bagaimana, semoga dicetakan kedua dan selanjutnya bisa diperbaiki. Serta ketidakkonsistenan penulis menggunakan 'saya' atau 'aku' yang tiba-tiba saja berganti, juga penulisan 'gak' atau 'ga' yang berbeda-beda. Lalu satu lagi, di setiap pergantian bab, ada gambar cermin di kanan dan kiri. Cermin dicetak kecil dan kurang beresensi karena posisinya terlalu mepet, sehingga tidak terlalu terlihat kalau tidak dibuka lebar-lebar halamannya.

Oh, iya, saya suka, di awal sebelum bab pertama, ada puisi indah buatan suami teh Falla. Meskipun saya berpikir, sepertinya akan lebih bagus kalau tata letak puisinya di halaman kanan, bukan di kiri ya.

Recommended buat yang memang suka tulisan teh Falla dan butuh kata-kata bijak untuk hubungannya dengan pasangan. 

2,7 of 5 monkeys (monkeys = stars).
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...