Komodo Inside
Penulis: Yuditeha
Grasindo, 2014.
Blurb:
Di pulau komodo, Tunas dan kawan-kawan memulai penelitian. Mempertemukan mereka dengan Aida Mose, Labirin Leka (ranger), dan tim peneliti Kell Fraser. Terjadi banyak kisah, salah satunya penemuan serendipity di tengah musim kemarau basah yang dapat mengancam habitat komodo. Seperti pencarian yang akhirnya menuntun kepada perjumpaan, masing-masing kelompok mahasiswa dan kelompok peneliti menemukan takdirnya. Hingga salah satu pemuda bernama Hapsa mengalami kisah misteri dengan gadis bernama Eleanor, sosok yang mengingatkan cerita tentang legenda Pulau Komodo.
Hapsa, seorang teman yang baik. Mungkin itulah alasannya dia mau ketika dimintai tolong Tunas, temannya untuk menemani dia dan teman-teman Tunas lainnya meneliti komodo di Pulau Komodo (tentu saja!). Penelitian yang dimaksudkan untuk skripsi Tunas dan teman-temannya yang berkuliah di fakultas Biologi UGM.
Penelitian itu di awali dengan perkenalan Hapsa terhadap teman Tunas yang berjumlah 5 orang, Iden, Wenar, Kiara, Nala, dan Ami.
Tidak mudah untuk sampai ke Pulau Komodo, karena saat itu pulau tersebut ditutup untuk pengunjung karena sedang diadakan penelitian terkait iklim yang tidak tentu dan mengancam keadaan komodo. Hanya orang yang berkepentingan lah yang boleh datang, termasuk ketika itu warga sekitar. Karena terlanjur penasaran, rombongan Hapsa dan Tunas akhirnya berbohong kepada petugas, mereka bilang ke sana untuk menghadiri acara pernikahan Tunas dan Aida, teman Hapsa. Barulah mereka boleh masuk.
Ternyata, penelitian mereka pun tidak berjalan lancar. Hal-hal lain yang tidak terduga terjadi di sana. Mengukuhkan rasa pertemanan dan romansa di antara mereka.
YAAAAAH. Pertama, mari beri tepuk tangan dulu karena aku berhasil menyelesaikan novel ini hanya dalam waktu 1,5 jam! Yohooo. Novelnya memang tipis sih, hanya 101 halaman. Aku baca novel ini di kereta Matarmaja tujuan Jakarta dari Solo karena /sigh/ liburan sudah habis /sigh/ jadi harus balik kuliah.. sedih. Anyway, setelah baca aku langsung bikin review-nya dong! Jadi mari beri tepuk tangan lagi (ps: tulisan ini dibuat tanggal 9 Oktober 2016, fyi).
So yeah. Novel ini bercerita tentang rombongan mahasiswa tingkat akhir fakultas Biologi yang harus melakukan penelitian untuk skripsi mereka (kecuali Hapsa dan Ami) dan mereka memilih untuk meneliti komodo.
Isi novelnya padat, padat banget. Seakan tanpa celah halaman. Abis ucapan terima kasih, langsung daftar isi, prolog, langsung ceritanya, epilog, abis itu langsung tentang penulis. Gak ada tuh awalan tiap bab yang biasanya harus di kanan. Kalau ini bab selesai kanan, yang awal bab berikutnya di kiri.
Dari segi ide, novel ini memang ngide banget dan gak biasa. Mengangkat komodo sebagai pusat ide. Itu juga yang bikin aku tertarik. Sudah gitu, covernya pun menarik banget. Jadi ya, tanpa babibu cek goodreads dulu dan mumpung obral, aku ambil aja.
... dan ternyata semua menipu.
Tagline-nya pun menipu.
Gak kok. Novel ini gak jelek-jelek banget. Buktinya aku masih kuat nyelesaiinnya. Awalnya menjanjikan banget. Dan aku nunggu ada suatu yang menakjubkan datang dari tiap halamannya. Tapi, aku gak dapat. Penulis seakan mau menumpahkan semua idenya, semua ilmunya tentang komodo, semua risetnya, berikut kisah (agak) sadis, misteri, juga kisah cinta dalam novel yang dibuatnya cuma 101++ halaman ini. Terlalu banyak ide yang ditumpahkan tapi eksekusinya kurang sekali.
Berikut hal-hal yang bikin aku kurang sreg sama novel ini:
Pertama, dari awal aku bingung, kenapa Tunas harus ditemani Hapsa? Ketika bahkan teman menelitinya sudah 4 orang. Di tengah baru aku tahu, 'oh.. mungkin karena Hapsa sudah pernah ke Pulau Komodo sebelumnya'.
Kedua, ya ampun! Aku bersyukur sih jadi tambah ilmu tentang komodo dan tetek bengeknya tapi ya, gimana ya.. ini judulnya novel bukan buku pelajaran. Memang sih segala ilmu tentang komodo itu disampaikan dalam dialog, tapi kesannya tetap kaku seakan aku lagi baca buku '1001 Hal Tentang Komodo' bukan novel.
Ketiga, plis itu tagline gak menggambarkan isi ceritanya secara keseluruhan. Bahkan nama Eleanor itu hanya dibahas gak sampai 10% dari isi novel. Eleanor kayak hanya lewat saja dan dia jadi tagline.
Keempat, ceritanya kurang fokus. Awal sampai ke tengah, novel ini menceritakan Hapsa dkk., tapi di pertengahan novel kemudian muncul nama-nama baru yang dikenalkan sebagai peneliti khusus, beberapa WNA gitu (yang buat kenapa Pulau Komodo ditutup). Lalu ceritanya berlanjut ke mereka yang mau melakukan aksi, lalu ada yang mati, lalu ya gitu deh.. oke, oke mungkin ini mau memasukkan konflik dan membuat perjalanan Hapsa dkk. jadi berkesan gitu kan. Tapi menurutku, mungkin harusnya ini bisa dieksekusi lebih baik lagi.
Kelima, ada satu bab di awal di mana dikhususkan untuk Tunas memperkenalkan sifat teman-temannya pada Hapsa. Hapsa sih yang minta, biar lebih kenal katanya. Terlalu telling bukan showing. Akan lebih bagus kalau sifat tokoh itu tersirat aja bukan blak-blakan dijelasin gini.
Keenam, kadang ada joke tapi garing. Contohnya:
"Sudah siap?" tanya Labirin begitu dia mendapati mereka do depan rimah Aida.
"Sudah kenyang." jawab Wenar dwngan mimik yang lucu, bermaksud bercanda.
"Ya, berarti SMP dong."
"Apa itu?"
"Sudah makan, pergi."
Krik krik krik.
Ketujuh, ada part di mana keadaan sedang genting dan si Aida sama Ami malah curhat kurang penting padahal saatnya lagi genting. (lol it's rhyme! Contohnya ada di halaman 80)
Kedelapan, romance tiap tokoh yang terlalu dipaksakan. Ya, aku tahu sih love at the first sight itu ada aja. Tapi gak lagi ngomong bahas lain terus bilang 'kamu cantik' sereeeem. Sudah gitu, seakan semua yang ke Pulau Komodo itu akhirnya menemukan kisah cinta mereka di sana kayak wow terlalu monoton dan dipaksakan. Bagus ada selipan kisah cinta, tapi gak yang tiap tokoh gini dong (?)
Kesembilan, ending-nya terlalu dipaksakan juga.
Untuk itu, aku cuma bisa kasih bintang 2. Satu buat ide komodo-nya yang gak biasa, setengah buat covernya, dan setengahnya lagi buat apresiasi karena novel ini berhasil menemani perjalananku di kereta meski kemudian baca dan nulis review-nya bikin pegal (?)