"With peaks of joy and valleys of heartache, life is a roller coaster ride, the rise and fall of which defines our journey. It is both scary and exciting at the same time." - Sebastian Cole

Friday, January 15, 2016

Critical Eleven


Critical Eleven
Penulis: Ika Natassa
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 344 halaman


Dalam dunia penerbangan, dikenal istilah critical eleven, sebelas menit paling kritis di dalam pesawat—tiga menit setelah take off dan delapan menit sebelum landing—karena secara statistik delapan puluh persen kecelakaan pesawat umumnya terjadi dalam rentang waktu sebelas menit itu. It's when the aircraft is most vulnerable to any danger. 
In a way, it's kinda the same with meeting people. Tiga menit pertama kritis sifatnya karena saat itulah kesan pertama terbentuk, lalu ada delapan menit sebelum berpisah—delapan menit ketika senyum, tindak tanduk, dan ekspresi wajah orang tersebut jelas bercerita apakah itu akan jadi awal sesuatu ataukah justru menjadi perpisahan. 
Ale dan Anya pertama kali bertemu dalam penerbangan Jakarta-Sydney. Tiga menit pertama Anya terpikat, tujuh jam berikutnya mereka duduk bersebelahan dan saling mengenal lewat percakapan serta tawa, dan delapan menit sebelum berpisah Ale yakin dia menginginkan Anya. 
Kini, lima tahun setelah perkenalan itu, Ale dan Anya dihadapkan pada satu tragedi besar yang membuat mereka mempertanyakan pilihan-pilihan yang mereka ambil, termasuk keputusan pada sebelas menit paling penting dalam pertemuan pertama mereka.
Diceritakan bergantian dari sudut pandang Ale dan Anya, setiap babnya merupakan kepingan puzzle yang membuat kita jatuh cinta atau benci kepada karakter-karakternya, atau justru keduanya. 

Tanya Baskoro (Anya) bertemu Aldebaran Risjad (Ale) dalam pesawat yang mengantarnya ke Sydney. Berawal dari kejadian yang sebenarnya membuat Anya merasa awkward, obrolan itu berlanjut menjadi saling ketertarikan antara keduanya. Setelah pertemuan mereka di pesawat tersebut, mereka sama-sama tahu hatinya saling tertinggal satu sama lain. Namun, baru setelah sebulan sejak pertemuan itu Ale baru kembali menghubungi Anya. Kemudian mereka mulai pacaran, dan setelah setahun memutuskan untuk menikah dan menjalankan kehidupan pernikahan jarak jauh. Ale yang merupakan seorang ‘tukang minyak’ harus membagi waktunya 5/5 (5 minggu di rig, 5 minggu di Jakarta) dan Anya seorang konsultan di Jakarta. Cerita yang sebenarnya baru mulai di sini, tentang kehilangan, manisnya masa lalu, dan kesempatan kedua.

YAAAAAH. Akhirnya kebaca juga ini buku.

Cerita yang pertama kali muncul sebagai cerpen di kumpulan cerpen metropop berjudul “Autumn Once More” ini sudah berhasil memikat hati saya jauh sebelum ada kabar bahwa kemudian cerita tersebut akan dinovelkan. Sejujurnya, gak pernah menyangka sama sekali ceritanya bakal jadi kayak ‘gini’. Well, it turn out good. Bahkan menurut saya, ini adalah novel terbaik Ika Natassa (I read all her works expect Underground and Divortiare but I already watch the short-movie-adaption and I read Twitvortiare, so.. hehe). Ini novel paling dewasa, paling ‘alim’, paling menyentuh, tapi dari semua label paling itu, tidak menghilangkan ‘ke-witty-an’ dalam tulisan Ika Natassa.

Namun, sebagai pembaca tentunya kadang susah aja buat puas. Saya suka banget sama cerita novel ini, tapi saya butuh percakapan dari Ale dan Anya lebih banyak. (I know the reason why they are not much talking tho, but still..) Lalu, alur cerita yang maju-mundur, hmm kadang saya gemes sendiri karena waktu ada bagian suatu kejadian dan udah penasaran banget gimana kelanjutannya, Anya atau Ale lalu malah kembali ke masa lalu dengan cerita bagaimana mereka dulu. Tapi justru di sini serunya ya, jadi kita para pembaca dibuat sebagai teman dan diceritain banyak banget gitu, macem dicurhatin mereka. Dan setelah saya pikir-pikir, emang manusia tuh suka gampang banget keinget masa lalu dan mau gak mau di otaknya keputer sendiri kejadian masa lalu kan, so this book is so ‘human’.

I love the concept and the story.
I love the cover.
I love Ika Natassa’s writing.
I love how Ika Natassa put Harris and Keara as a special guest in this book. And oh, there is Alex and Beno making cameo too I guess, hehe.
I love the ‘travel is….’ part.
I love the way Ika Natassa describe Jakarta and all the people in this city.

I just love this book. 4 of 5 stars!

“For many of us, Jakarta is not a city. It’s a book full of stories. Termasuk bagiku dan Ale. Terlalu banyak cerita kami berdua yang tersimpan di jengkal-jengkal kota ini.”

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...