"With peaks of joy and valleys of heartache, life is a roller coaster ride, the rise and fall of which defines our journey. It is both scary and exciting at the same time." - Sebastian Cole

Tuesday, September 27, 2016

(So-Called) Review: Memoir of a (So-Called) Mom


Memoir of a (So-Called) Mom
Penulis: Poppy D. Chusfani
Editor: Helen Menta Dumaris
Gramedia Pustaka Utama, Agustus 2013.

Blurb:

Siapa yang berhak menentukan pilihan hidup kita?

Amelia, yang mendadak jadi ibu rumah tangga, berkeras mengatur hidupnya sendiri. Dia tidak mau orang lain ikut campur. Dengan bangga Amelia berkata lebih memilih cerdas ketimbang pintar. Namun saat dia tidak merasa pintar dan tindakannya tidak menunjukkan kecerdasan, Amelia mulai meragukan pilihannya. Apakah selama ini prinsipnya salah? Atau dia hanya tidak mampu berdiri tegak saat cobaan menghantam?

--

Bercerita tentang Amel, seorang wanita yang memiliki keluarga agak rese (apa rese banget?). Bukan keluarga intinya sih yang rese, tapi lebih ke keluarga besarnya (uwak - kakak dari ibunya apalagi). Judulnya 'memoir' karena ini memang bercerita dari awal dia baru mau nikah sampai anaknya sudah nikah lagi. Tapi cuma dalam 147 halaman saja. Ceritanya sih lebih lama berpusat pas Amel mau nikah sama Amel hamil, terus ngurusin anak. 

Segala yang Amel lakukan dalam hidupnya selalu dikomen sama si uwaknya itu. Ya biasalah, pas belum nikah, ditanya kapan nikah. Sudah nikah, ditanya kapan punya anak, dll.

Amel menghadapi hidupnya dengan penuh komentar itu ya dengan menjadi dirinya sendiri. Dibumbui masalah-masalah hidup khas keluarga, novel ini sebenarnya enak banget buat dibaca. Oh iya, suaminya Amel namanya Baron ya.

Hmm. Intinya sih gitu doang. Seorang ibu dan istri dengan segala keputusan dan masalah keuangan keluarga dan keluarga uwaknya yang rese karena selalu ngomel, dan cenderung banding-bandingin Amel sama anak-anaknya.

Yang aneh, ini ceritanya ditulis 2013 dan saat itu ceritanya anaknya Amel -- Anika, sudah punya anak lagi. Tapi dari awal tuh kayak gak ada perbedaan jaman yang terlalu gitu.. padahal harusnya awal gitu berarti minimal tahun 80-an lah ya (?) tapi ceritanya kayak semuanya terjadi di tahun 2000-an.

Untungnya cuma 147 halaman dan cara nulisnya enak banget, bahasanya ngalir seperti lagi baca diary orang aja. Tapi kalau terlalu tebal mungkin jadi bosen karena ceritanya cuma tentang Amel. Tapi aku nikmatin sih bacanya. Rasanya beda dari novel metropop lain (?) gak tahu kenapa. Oh iya, suka juga dengan cover-nya. Lucu sekali.

3 of 5 stars.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...