"With peaks of joy and valleys of heartache, life is a roller coaster ride, the rise and fall of which defines our journey. It is both scary and exciting at the same time." - Sebastian Cole

Thursday, October 6, 2016

Bambina - Angie Wiyaniputri


Bambina
Penulis: Angie Wiyaniputri
Cover: Marcel A. W.
Gramedia Pustaka Utama, November 2012.

Blurb:


Appetizer
Seperti salad di makanan pembuka Bambi, Mr. Kim sang pujaan hati bagaikan buah-buahan segar yang menggiurkan, sedangkan Leo, yang membuat Bambi melakukan the most embarrassing moment in her life, hanyalah selada hijau yang menjadi alas dasar piring salad. Bambi membenci Leo sang partner.

Soup
Leo selalu mengingatkan Bambi pada rasa HOT tabasco yang dimasukkan ke mangkuk sup tomat. Berada di samping Leo membuat Bambi selalu penuh dengan emosi. Berbeda sekali dengan Mr. Kim si pria romantis, kejutan-kejutan indah yang diberikannya seumpama wortel dan buncis yang mewarnai sup bening Bambi.

Main Course
Mr. Kim adalah kimchi jigae, sedangkan Leo adalah beef bourguignon. Bambi harus memilih salah satu menu untuk hidangan utamanya. Ia bukan wanita rakus. Tapi yang mana? Keduanya sangat enak!

Dessert
Pria itu bagaikan tiramisu di hidangan penutup Bambi. Selain mempunyai rasa manis dari cream mascarpone, tiramisu juga mempunyai rasa pahit dari kopi espresso. Tiramisu adalah kue kesukaan Bambi!



“Bambi melihat jam tangannya untuk ketiga kali. Pukul 17.33.”

Makanan selalu membawa sebuah kebahagiaan. Bambina Utama suka memasak. Untuk mewujudkan keinginannya menerbitkan buku resep, dia memerlukan seorang fotografer handal untuk memotret makanan yang ia masak. Hal itu mempertemukannya dengan Leo yang sudah menyebalkan sejak awal. Di lain sisi, Bambi menyimpan perasaannya pada Mr. Kim, pemilik restoran pasta yang gemar ia kunjungi. Leo si bule Paris vs. Mr. Kim si orang Korea. Siapa yang Bambi jadikan tempat hatinya berpijak?

Leo selalu menyebalkan, blak-blakan, seenaknya, dan sering sekali membuat Bambi sebal bahkan sejak pertama kali mereka berkenalan. Berbeda jauh dengan Mr. Kim yang sangat sopan, penyayang, dan selalu menghargai Bambi. Dibalut dengan segala macam masakan Bambi, novel ini mengajak kita mengetahui siapa yang Bambi pilih..

YAAA. Bingung gimana lagi mau ceritaiinnya. Ceritanya memang seperti itu saja. Jujur sejujurnya, aku gak suka novel ini. Terlalu banyak hal yang ganjal dan tiba-tiba dan menyebalkan. Contohnya, adegan di buka dengan Bambi yang nunggu Leo di restoran Mr. Kim. Karena si Leo lama gak datang dan pas itu juga mereka belum kenal muka, Bambi akhirnya memutuskan diri untuk teriak ‘siapa di sini yang namanya Leo?’ YAAAA. Terus di malu. Abis itu dia marah sama Leo karena bikin dia malu. Nah, masalahnya oke sih kalau  dia marah sama Leo karena Leo lama datang. Ini dia marah kerena Leo bikin dia malu. Padahal dia sendiri yang bikin diri sendirinya malu. Lol Bambi lol.

Novel ini memakai sudut pandang orang ketiga, jadi jangan heran kalau nama Bambi banyak sekali disebut. Bambi Bambi Bambi. Di awal rasanya kayak lagi baca cerpen di majalah BOBO.

Contohnya:
“Huh kesal! Lama banget sih si Leo itu! Sudah ditunggu berjam-jam, tidak muncul juga batang hidungnya! Tidak professional banget sih  dia! Batin Bambi menggerutu.

“Aku tidak bisa bertemu lagi dengan Mr. Kim, pikirnya sedih.

Terus juga, hubungan antar tokohnya terlalu cepat dekat. Belum apa-apa eh sudah suka. Baru ketemu sudah curhat aja. Baru kenal, bahkan ngobrol aja enggak, sudah diundang ke nikahan.. ke Korea lagi! Dan mau lagi! Ke Korea, menghadiri pernikahan seseorang yang baru dikenal gitu lho. Duitnya ya sayang.

Si Bambi ceritanya sudah 23 tahun, tapi rasanya kayak baru lulus SMA deh. Anehnya lagi, rasanya dia kayak orang kaya, tinggal di apartemen besar dan bagus, tapi dia bilang mau bikin buku resep ini buat ngumpulin uang untuk kuliah S2 di Paris. Yaa, harusnya kalau dia lagi ngumpulin duit setidaknya hemat dengan gak tinggal di apartemen atau gimana. Terus harusnya kalau lagi ngumpulin uang, gak gitu aja nerima ajakan orang ke Korea kan?

Di novel ini, Jepang dibilang negara di Asia Tenggara (halaman 70), padahal setahuku Jepang bukan ASEAN (?) di novel ini juga, banyak banget bahasa selain Indonesia yang dipakai. Jadi kayak wow hebat sekali tokoh-tokohnya bisa banyak bahasa hahaha.

Selain itu, masih banyak yang aku herankan sampai aku tekuk-tekuk halamannya.


Ini percakapan Bambi dan Leo lewat sms. Bambi bilang 'ok' langsung, tapi dia menggerutu di belakang. Padahal Bambi bukan orang yang sok baik kalau yang aku baca (?) Jadi harusnya, kalau gak setuju ya jangan langsung bilang ok dong.


Lalu, ada lagi, percakapan Bambi sama Mr. Kim ketika mereka masak. Bambi yang malu dipuji tapi terus nyerocos cerita dia ini itu seakan kan malah jadi pengen tambah dipuji (?)


Banyak sekali yang bikin aku sedih dari novel ini ya. Sedihnya bukan karena terharu, tapi kenapa kok kenapa.. semua tokoh di novel ini terlalu terburu-buru tapi terlalu berlarut-larut juga (masa pemotretan makanan aja harus lama sekali dan Bambi setuju padahal bukankah lebih cepat lebih baik), terlalu menganggu, terlalu ada di mana-mana, dan terlalu tiba-tiba, dan terlalu berlebihan (masa sakit panas aja manja banget ya ampun). Padahal dari konsep, menyatukan cerita cinta dengan makanan itu sudah menarik banget, tapi di novel ini justru fokus makanannya jadi hilang karena saat baca pengen cepat selesai aja, jadi banyak narasi yang dipercepat bacanya. Terlalu lelah. Seakan belum puas bikin yang baca menghela napas, di bagian menjelang ending, eh dibuat cerita baru dan hilang begitu aja. Abis hilang, eh datang lagi begitu aja.

Aku menyelesaikan baca novel ini dengan harapan akan ada bagian yang bisa kusukai, tapi sampai akhir, yang kusuka dari novel ini hanya well, ada resep di bagian akhir novel dan packaging novelnya yang bagus. Tapi rasanya kok menipu ya huhuhu. Aku sampai bingung gimana harus nulisnya. Terlalu banyak yang kupertanyakan, tapi rasanya kalau ditulis semua takut kayak haters eh.

Alasan aku nulis ini sebenarnya ingin menjabarkan yang aku tanyakan, tapi justru malah bingung sendiri. Semoga di novel selanjutnya, bisa lebih baik lagi ya. Semangat!

“God told me that love is patience. Aku akan sabar, sabar sampai secercah harapan itu menjadi kenyataan.” (halaman 198)   

Sayang, hanya 1 bintang untuk novel ini.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...